Rabu, 18 Maret 2015

DOA BERKAT DALAM IBADAH



DOA BERKAT DALAM IBADAH
Perlukah mengikuti ibadah sampai penyampaian “Doa Berkat” ?



Pengantar

Dalam setiap ibadah raya Kristiani yang diadakan pada hari Minggu ataupun ibadah-ibadah khusus seperti memperingati Jumat Agung, Paskah, dan sebagainya, pada bagian akhir ibadah selalu ditutup dengan “doa berkat”. Tradisi ini telah berlangsung berabad-abad dalam sejarah gereja Kristen.
Menarik bila kemudian memperhatikan respon jemaat yang berbeda-beda dalam sebuah ibadah. Ada jemaat-jemaat yang khusuk mengikuti ibadah sampai doa berkat disampaikan Pendeta, tetapi ada juga jemaat yang tidak menanti sampai doa berkat disampaikan Pendeta, dan memilih keluar dari ruangan kebaktian.    Pada umumnya alasan yang dikatakan biasanya mereka terburu-buru karena ada keperluan lain, ada juga yang malas mengantri keluar dari ruangan ibadah sehingga memutuskan untuk “lebih cepat” keluar dari ruangan ibadah dengan konsekuensi tidak mengikuti ibadah sampai akhir, saat “doa berkat” disampaikan.
Namun ada juga yang tidak menganggap penting “doa berkat”, sehingga mereka hampir selalu tidak pernah mengikuti ibadah sampai selesai. Apakah doa berkat itu? Adakah manfaatnya sehingga jemaat harus menunggu sampai penyampaikan “doa berkat” oleh Pendeta, baru kemudian meninggalkan ruangan ibadah?



Dasar Alkitabiah
Doa berkat sebagai penutup ibadah merupakan suatu tradisi yang telah berumur ribuan tahun. Bangsa Israel kuno yang hidup sebelum masa Masehi telah mempraktekkan “doa berkat” sebagai bagian dari ritual ibadah mereka kepada YHWH (TUHAN).  
Doa berkat merupakan salah satu perintah dari 613 MITSVOT (Perintah) yang disusun oleh para rabi Yahudi dan dimuat dalam Misyneh Torah, dan Talmud, serta traktat Makot. Mitsvot sendiri merupakan penjabaran dari Taurat Musa. Dalam keagamaan orang Israel, kesepuluh Titah Tuhan diibaratkan sebagai Undang-Undang Dasar, hukum Taurat merupakan Undang-undang dan Mitsvot adalah seperti Peraturan Pemerintah.  
Doa berkat merupakan perintah ke 393 dalam Mitsvot. Perintah itu menulis: “Para Imam harus memberkati Israel”. Titik tolak perintah untuk memberkati orang Israel itu bersumber dari Bilangan 6:23-27, yang menulis demikian, “Berbicaralah kepada Harun dan anak-anaknya: Beginilah harus kamu memberkati orang Israel, katakanlah kepada mereka: TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau; TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera. Demikianlah harus mereka meletakkan nama-Ku atas orang Israel, maka Aku akan memberkati mereka.”
Para Imam, sebagai orang-orang yang dipilih khusus oleh Tuhan dari keturunan Harun, saudara Musa, merupakan golongan hamba Tuhan yang mendapat mandat atau otoritas dari TUHAN untuk memberkati umat Israel atas nama TUHAN.  Alkitab mencatat bahwa seorang Imam Allah yang bernama Melkisedek diutus untuk memberkati Abraham. Kitab Kejadian 14:19 menulis “Lalu ia memberkati Abram, katanya: "Diberkatilah kiranya Abram oleh Allah Yang Mahatinggi, Pencipta langit dan bumi”.
Dalam Perjanjian Baru, konsep “imam” mendapat perluasan makna. Imam bukan lagi harus berasal dari keturunan Imam Harun. Melainkan, setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus diberikan otoritas untuk menjadi imam-imam Tuhan. Firman Tuhan mengajarkan, “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:” (1 Petrus 2:9). Ketika struktur umat Allah di masa Perjanjian Baru sampai masa sekarang kemudian mengerucut dalam pelembagaan gereja, maka para Pendeta/Pastor adalah orang-orang yang secara formal mendapat otoritas untuk menyampaikan doa berkat dalam ibadah.   
Para imam dalam Perjanjian Lama maupun para Pendeta/Pastor dalam Perjanjian Baru tidak sembarangan dalam menyampaikan doa berkat. Hal itu dikarenakan mereka sesungguhnya hanya “sarana” penyalur berkat Tuhan atas umat-Nya. Itulah sebabnya, setiap hamba Tuhan harus hidup dalam ketaatan dan kekudusan yang konsisten agar dapat menjadi “saluran” berkat Tuhan yang lancar.


Konsep Berkat

Sebagaimana ditelaah dalam sarapanpagi, “Berkat” berasal dari bahasa Ibrani BERAKHAH. Alkitab terjemahan bahasa Inggris menggunakan istilah “blessing”. Allah selalu ingin memberkati manusia. Sejak masa ribuan tahun lalu, panggilan untuk diberkati dan memberkati selalu bergaung. Hanya saja, memang tidak semua orang bersedia menanggapi panggilan rahmat Tuhan. Salah satu episode pemanggilan Tuhan atas manusia dan janji pencurahan berkat-Nya terjadi atas diri Abraham. Firman Tuhan mencatat, “Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat.” (Kejadian 12:2).
Kata dalam bahasa Indonesia “Berkat” merupakan serapan dari bahasa Arab “Barakah” yang serumpun dengan bahasa Ibrani “Berakhah”. Berkat atau “Berakhah” berasal dari verba BARAKH, yang artinya adalah “Memberkati, memberikan salam, bahkan terkadang berarti berlutut.”
Kejadian 12:2 diatas adalah janji berkat yang diucapkan oleh Allah kepada Abraham. Bangsa Israel sebagai keturunan Abraham senantiasa meneruskan iman terhadap janji Allah kepada Abraham bahwa melalui keturunan Abraham bangsa-bangsa akan diberkati. Terlebih ditegaskan lagi dalam Bilangan 6:23-27, dimana YHWH Elohim, Allah Israel menetapkan tugas para imam yang ditunjuk sebagai wakil-wakil Allah di bumi, mereka harus memberkati umat.  
Berkat Imam dalam Bilangan 6:23-27 adalah ucapan berkat yang indah, dalam gaya puisi Semit yang sempurna dan sarat dengan pesan yang sangat diperlukan oleh orang-orang yang menghadapi berbagai ketidakpastian serta aneka kekuatan yang bermusuhan dari kehidupan di padang gurun. Ucapan berkat tersebut berbicara tentang kebaikan Allah di dalam memelihara dan melindungi umat-Nya.
Pada saat seorang atau suatu bangsa menjadi obyek kemurahan hati Allah, maka kesesakan, kelaparan, bahaya atau pedang hanya berperan untuk menunjukkan betapa Tuhan mengasihi anak-anak-Nya sendiri dan betapa mampunya Dia melepaskan mereka dari segala bahaya.
Di sini terdapat salah satu dari berkat-berkat Israel yang paling indah, yang diungkapkan dalam tiga pasang permohonan yang diajukan kepada YHWH Elohim, Allah Israel. Pertama, ayat 24: TUHAN diundang secara positif untuk memberkati umat (bersama dengan panenan, ternak, binatang besar maupun kecil, musim baik, keturunan, dsb) dan secara negatif melindungi mereka (dari segala kejahatan, panen buruk, musuh, ternak yang mandul, tanpa keturunan).
"TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau". Di satu sisi Allah menyediakan segala sesuatu yang baik bagi orang-orang pilihan-Nya; di sisi yang lain, Dia memelihara, menjaga dan melindungi mereka dari musuh yang akan merampas semua yang baik itu dari mereka. Janji Allah yang ini di dihayati, dimengerti dan dibuktikan secara penuh oleh Daud sehingga ia bisa menuliskan TUHAN adalah gembalaku, maka aku tak perlu ingin (Mazmur pasal 23).
Kita "tidak sempat" ingin sesuatu jika kita menempatkan Allah sebagai Gembala kita. Karena Allah kita adalah Gembala Yang Baik (Yehezkiel 34:31, Mazmur 23:1, Yohanes 10:11) Ia sudah menyediakan apa yang kita perlukan, dan Ia senantiasa memelihara kita bagaikan biji mata-Nya sendiri (Ulangan 32:10, Zakharia 2:8 ).
Kedua, ayat 25: TUHAN diundang untuk mengarahkan wajahNya kepada umat-Nya dengan menerimanya dengan senang dan untuk memberikan kasih karunia-Nya kepada mereka. "Tuhan menyinari engkau" adalah sebuah ungkapan Ibrani yang khas. Bila wajah seseorang bersinar (Amsal 16: 15), orang Itu penuh kebahagiaan; namun bila wajahnya bertambah mendung, jelas bahwa kejahatan dan keputusasaan telah mencengkeram jiwanya (Yoel 2:6). Terhadap kata berkat dalam ayat 25 ini kita dapat bandingkan dengan Mazmur Daud “Buatlah wajah-Mu bercahaya atas hamba-Mu, selamatkanlah aku oleh kasih setia-Mu!” (Mazmur 31:17).  
Ketiga, ayat 26: TUHAN diundang untuk menghadapkan wajah-Nya kepada umat-Nya dalam pengakuan dan persetujuan serta memberikan kepada mereka damai sejahtera, artinya: memberikan kebahagiaan, keutuhan dan kesempurnaan yang menyeluruh. "Memberi engkau damai sejahtera (Shalom)".
Kata Shalom adalah istilah yang penuh makna. Kamus Brown Driver Briggs mendefinisikannya sbb: 1) completeness, soundness, welfare, peace
1a) completeness (in number)
1b) safety, soundness (in body)
1c) welfare, health, prosperity
1d) peace, quiet, tranquillity, contentment
1e) peace, friendship
  1e1) of human relationships
  1e2) with God especially in covenant relationship
1f) peace (from war)
1g) peace (as adjective)

Dari penjelasan kamus BDB tersebut didapat makna bahwa shalom meliputi keadaan yang utuh, kesejahteraan, damai sejahtera dengan Allah maupun sesama, keamanan, keselamatan, dan kemakmuran.


Kesimpulan

Para hamba Tuhan dalam akhir kebaktian dalam gereja-gereja, selalu menutup kebaktian dengan menyampaikan “doa berkat” kepada jemaat. Ada berbagai macam ayat yang dikutip untuk penyampaian “doa berkat”, namun kesemuanya itu mempunyai makna yang sama, yaitu bahwa orang-orang percaya, yaitu jemaat Tuhan adalah orang-orang yang diwarisi berkat-berkat Abraham, seperti ada tertulis dalam firman Tuhan, “Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah." (Galatia 3:29).
Oleh karena itu, hendaklah setiap orang Kristen memahami dengan benar makna “doa berkat” dalam akhir ibadah. Melihatnya sebagai hak mereka untuk memperoleh berkat-berkat dan janji-janji Allah seperti yang dijanjikan-Nya kepada Abraham, melalui “sarana” Tuhan, yaitu sang Pendeta/Pastor yang menyampaikan “doa berkat” di mimbar.    
Aminkan setiap ucapan doa berkat yang disampaikan para pendeta/pastor. Ketika Anda mengamini setiap kata-kata berkat yang bersumber dari Firman Tuhan itu, maka jadilah kepadamu sesuai dengan imanmu. Diberkatilah kehidupanmu oleh Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus.





1 komentar:

  1. Terimakasih untuk artikel ini. Tuhan Yesus akan memberkati kita semua. Dan itu akan terjadi sesuai dengan iman kita. Maka bersyukurlah.

    BalasHapus