Jumat, 13 Maret 2015

MEMAHAMI PUJIAN DAN PENYEMBAHAN SEBAGAI EKSPRESI IMAN



PUJIAN DAN PENYEMBAHAN
MEMAHAMI PUJIAN DAN PENYEMBAHAN SEBAGAI EKSPRESI IMAN




Pendahuluan
Kekristenan identik dengan pujian penyembahan. Hampir semua aktivitas dalam kekristenan diwarnai dengan pujian penyembahan dan musik. Liturgi ibadah Minggu dalam gereja Kristen hampir separuh waktu biasanya diisi dengan nyanyian pujian dan penyembahan pengagungan kepada Tuhan.

Bahkan dalam peristiwa kedukaan sekalipun, misalnya dalam upacara kebaktian penghiburan dan pelepasan jenazah, pujian dan penyembahan selalu dinaikkan kepada Tuhan. Hal itu membuat orang Kristen kadang dijuluki “penyanyi”, karena sukacita menyanyi, dalam dukacitapun tetap menyanyi memuji dan menyembah Tuhan.



Apakah penyembahan

Dalam Perjanjian Lama kata yang sering digunakan adalah shâchâh. Kata ini artinya menurut kamus Brown-Driver-Briggs adalah to bow down atau sujud menyembah. Salah satu contoh pemakaian kata ini ada dalam Kejadian 24:48, “Kemudian berlututlah aku dan sujud menyembah TUHAN, serta memuji TUHAN, Allah tuanku Abraham, yang telah menuntun aku di jalan yang benar untuk mengambil anak perempuan saudara tuanku ini bagi anaknya.”

Sementara Perjanjian Baru, yang tertulis dalam bahasa Yunani, sering menggunakan kata “Proskuneo” untuk “penyembahan” yang ada dalam Alktitab bahasa Indonesia. Dengan kata lain, penyembahan adalah “Proskuneo”. Kata itu dalam tata bahasa Yunani adalah bentuk kata kerja. Apakah arti dari proskuneo tersebut?

Menurut kamus Thayer’s Greek Definitions, proskuneo adalah: 1) to kiss, like a dog licking his master’s hand, to kiss the hand to (towards) one, in token of reverence. 2) to fall upon the knees and touch the ground with the forehead as an expression of profound reverence. 3) in the New Testament by kneeling or prostration to do homage (to one) or make obeisance, whether in order to express respect or to make supplication. Dari beberapa arti tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa proskuneo atau penyembahan adalah sikap penghargaan, cinta yang dalam yang ditunjukkan melalui cara berlutut dan atau mencium dengan penuh hormat dan cinta.

Saya akan membahas makna pertama, yaitu to kiss, like a dog licking his master’s hand. Mengapa seekor anjing senang dan selalu menjilat tangan tuannya? Karena anjing tersebut mencintai tuannya. Ia juga percaya kepada tuannya. Ia mempercayakan hidupnya kepada tuannya yang selalu menjaga dan merawatnya. Ekspresi cinta anjing kepada tuannya adalah dengan menjilat tangan sang pemilik. Hal itu menandakan suatu keakraban yang dalam antara sang anjing dan tuannya.  

Ketika penyembahan ditujukan kepada Tuhan, maka hal itu berarti sikap manusia yang mengekspresikan iman dan cintanya kepada Tuhan Yesus Kristus dengan cara berlutut menyembah atau beribadah dengan cinta yang dalam, hangat, keintiman dengan Tuhan, yang bisa dilakukan melalui sikap hidup maupun pujian penyembahan dalam ibadah (kebaktian).

John Mc Arthur dalam bukunya “Prioritas Utama dalam Penyembahan” mengatakan bahwa sifat dasar penyembahan adalah memberikan penyembahan kepada Allah dari bagian diri kita yang paling dalam, dalam pujian, doa, nyanyian, memberi bantuan, dan hidup, selalu berdasarkan kebenaran-Nya yang dinyatakan. Oleh karena itu, penyembahan sesungguhnya tidak sekedar “menyanyi bagi Tuhan”. Penyembahan meliputi spektrum yang lebih luas dari sekedar menyanyi dan memainkan musik.


Apakah Allah ingin disembah

Peninggalan arkeologi peradaban manusia di segala tempat, mengindikasikan bahwa peradaban manusia selalu “menyembah” suatu “persona” yang lebih tinggi. Entah itu berupa ilah alam, dewa-dewa maupun Allah yang Hidup itu sendiri. Dalam iman Kristen, kita tahu bahwa Pencipta alam semesta ini adalah Allah Bapa, Putra, Roh Kudus, yaitu Allah Tritunggal.  

Adakah perintah khusus dari Firman-Nya bahwa Allah patut dan ingin disembah atau dimuliakan oleh umat manusia? Jawabannya ada. Paling tidak ada tiga ayat yang memuat perintah untuk menyembah Allah. Demikian bunyinya: Pertama, Wahyu 14:7dan ia berseru dengan suara nyaring: "Takutlah akan Allah dan muliakanlah Dia, karena telah tiba saat penghakiman-Nya, dan sembahlah (proskuneo) Dia yang telah menjadikan langit dan bumi dan laut dan semua mata air."

Kedua, Wahyu 19:10Maka tersungkurlah aku di depan kakinya untuk menyembah dia, tetapi ia berkata kepadaku: "Janganlah berbuat demikian! Aku adalah hamba, sama dengan engkau dan saudara-saudaramu, yang memiliki kesaksian Yesus. Sembahlah (proskuneo) Allah! Karena kesaksian Yesus adalah roh nubuat."

Ketiga, Wahyu 22:9Tetapi ia berkata kepadaku: "Jangan berbuat demikian! Aku adalah hamba, sama seperti engkau dan saudara-saudaramu, para nabi dan semua mereka yang menuruti segala perkataan kitab ini. Sembahlah (proskuneo) Allah!"

Ketiga ayat tersebut dengan jelas memberitahu bahwa Allah patut dan ingin disembah oleh manusia. Perintah untuk menyembah Allah dalam konteks ayat-ayat tadi disampaikan oleh malaikat. Memang, apabila kita menganalisa Alkitab dengan cermat, para malaikat Allah adalah makhluk-makhluk sorgawi yang berada di Sorga untuk melayani dan menyembah Allah. Bahkan ada makhluk surgawi yang secara khusus berada di sekeliling tahta Allah untuk menyembah-Nya terus menerus. Mereka disebut sebagai para Serafim (Yesaya 6:2; Wahyu 4:8-9).

Allah adalah pribadi yang maha kuasa. Dia sanggup dan mampu melakukan apa saja. Namun, ada satu hal yang tidak bisa dilakukan-Nya. Apakah hal itu? Satu-satunya yang tidak bisa dilakukan Allah adalah memuji diri-Nya sendiri. Itulah alasan mengapa Allah menciptakan para malaikat, alam semesta dan manusia sebagai ciptaan yang segambar dengan diri-Nya, yaitu untuk memuji dan menyembah-Nya. Firman Tuhan dipenuhi dengan anjuran, nasihat maupun perintah kepada manusia untuk menyembah Allah.

Dalam konteks sejarah manusia, Kitab Kejadian menceritakan bahwa Kain dan Habel “menyembah” Tuhan melalui korban persembahan yang mereka berikan (Kejadian 4:3-4). Darimanakah mereka mengetahui bahwa Allah patut dan ingin disembah oleh ciptaan-Nya? Tentu saja, mereka mewariskan ajaran dari Adam dan Hawa orang tua mereka.

Karenanya dapat disimpulkan bahwa praktek penyembahan kepada Allah telah dilakukan manusia sejak masa Adam dan Hawa. Beberapa ribu tahun kemudian, dalam zaman nabi Yesaya, kelihatanlah bahwa maksud Allah menciptakan manusia diantaranya adalah untuk kemuliaan-Nya (Yesaya 43:7). Oleh karenanya, layaklah apabila manusia sebagai ciptaan-Nya yang terutama datang untuk menyembah dan memuliakan Allah.

Kitab Mazmur 22:4 menulis, “…Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam (yashab: Ibrani) di atas puji-pujian orang Israel.” Strong’s Hebrew and Greek Dictionaries mendefinisikan yashab: to sit down, dwell, remain (duduk, tinggal). Personifikasi dari tindakan Allah, yaitu DIa digambarkan duduk, hadir dan menikmati puji-pujian yang dipanjatkan umat-Nya.

Hadirat Allah yang hadir secara spektakuler pernah terjadi saat imam-imam menyelenggarakan ibadah pada peresmian Bait Allah. Alkitab mencatat, “Ketika imam-imam keluar dari tempat kudus, datanglah awan memenuhi rumah TUHAN, sehingga imam-imam tidak tahan berdiri untuk menyelenggarakan kebaktian oleh karena awan itu, sebab kemuliaan TUHAN memenuhi rumah TUHAN. (I Raja-Raja 8:10-11). Hadirat Allah yang dahsyat hadir tatkala Bait Allah, pusat ibadah dan penyembahan orang Israel kepada TUHAN (YHWH) diresmikan raja Salomo.


Dua Ekspresi dalam Penyembahan

Pertama: melalui sikap hidup

Penyembahan meliputi dua aspek atau ekspresi. Ekspresi yang pertama dan terutama adalah melalui sikap hidup yang mempermuliakan Tuhan. Firman Tuhan dalam Roma 12:1 mengingatkan, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu (latreia: Yunani) yang sejati.”

Kamus Strong’s Hebrew and Greek Dictionaries mendefinisikan latreia sebagai “worship.” Dengan kata lain, ibadah atau penyembahan yang diinginkan Allah adalah melalui kehidupan yang kudus dan berkenan kepada Allah.

John Mc Arthur menulis, “Pengertian kita tentang penyembahan diperkaya ketika kita memahami bahwa penyembahan sejati menyentuh setiap bidang kehidupan. Kita harus menghargai dan memuja Allah dalam segala hal. Memuji Allah, berbuat baik, dan memberi bantuan kepada orang lain-semua adalah tindak penyembahan yang benar dan alkitabiah.”

Rick Warren mengatakan dalam bukunya “Kehidupan yang digerakkan oleh tujuan” bahwa mempersembahkan diri kita kepada Allah itulah yang dimaksud dengan penyembahan. Mengapa melalui sikap hidup? Karena firman Tuhan mengingatkan dalam 1 Korintus 6:20 “Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!”


Kedua: melalui Ibadah
Ekspresi yang kedua adalah melalui ibadah (pujian penyembahan dan syukur). Dalam konteks kedua ini, penyembahan berfokus pada “pemujaan” yang penuh ekpresi panca indra kepada Allah secara langsung dalam suatu ibadah atau kebaktian.

R.C.Sproul dalam bukunya yang berjudul “Menanggapi Allah dalam Ibadah” menjelaskan, “Ketika kita beribadah, kita membawa seluruh diri kita ke dalam tindakan berbakti kepada Allah dan berkomunikasi dengan Allah. Ada banyak cara untuk melakukan hal ini. Manusia bukan mahluk yang sederhana, melainkan bersifat kompleks. Jika kita dengan teliti menyelidiki apa yang tertulis di dalam Kitab Suci – bahwa kita harus menyembah Allah dengan seluruh jiwa, dengan seluruh tubuh dan dengan seluruh panca indera kita – kita akan mempunyai suatu pandangan baru tentang beribadah.

Ia menambahkan bahwa penglihatan, pendengaran, perasaan, sentuhan, penciuman – semuanya tercakup dalam pengalaman manusia. Manusia dipengaruhi oleh panca indera dan juga dipengaruhi oleh pikiran. Pikiran kita, tubuh kita, jiwa kita, hati kita-seluruh diri kita harus terlibat di dalam ibadah. Saya yakin bahwa jika kita membuang salah satu segi kemanusiaan kita, berarti kita membuat ibadah kita menjadi miskin. Hal itu bermakna bahwa penyembahan sebagai ibadah harus dilakukan dengan segenap hati, jiwa dan kesungguhan. Dan dilakukan dengan berbagai cara yang melibatkan seluruh tubuh.

Beberapa teladan atau contoh penyembahan dalam ibadah seperti yang tertera di Alkitab adalah sebagai berikut: melalui suara nyanyian dari mulut/mazmur pujian dan penyembahan (Mazmur 34:2;  40:4; 51:17; 63:6; 71:8), mengangkat tangan (Mazmur 28:2; 63:5), bertepuk tangan (Mazmur 47:2), tari-tarian (Mazmur 150:4), bertempik sorak (Mazmur 47:2), berdiri (2 Tawarikh 5:12, 23), berlutut dan tersungkur (Mazmur 95:6; Wahyu 4:9-11), menggunakan alat musik seperti kecapi, gambus, ceracap (masa Perjanjian Lama) dan piano, gitar, keyboard dsb pada masa sekarang.

Ron Jenson dan Jim Stevens dalam buku “Dinamika Pertumbuhan Gereja” menjelaskan, “Menyembah adalah mengadakan kontak dengan Allah –  memuji, menyanyi kepada Allah, mengaku di hadapan Allah dan memberi tanggapan kepada Allah sebagaimana Ia telah ditinggikan dan dinyatakan dalam Firman-Nya. Tujuannya adalah untuk memberi sesuatu, bukan untuk menerima sesuatu. Berkat pasti akan datang, karena menerima adalah hasil dari memberi.”


Akibat dari Penyembahan
Penyembahan yang dilakukan dengan tulus akan mendatangkan hadirat Allah dalam kehidupan seseorang. Ia akan “mengalami TUHAN” dalam kehidupannya. Perjumpaan dengan Allah itu akan mengubahkan kehidupannya, sehingga orang tersebut akan semakin mengasihi Tuhan dan sesama (Matius 22:37-39) serta mengalami pembaruan karakter.

Kehidupannya akan semakin disucikan oleh Allah dan menampakkan karakter Kristus (Galatia 5:22-24; 1 Yohanes 2:6). Hatinya akan dilimpahi dengan kasih, pengampunan, dan rasa syukur yang dalam kepada Allah.

Pujian penyembahan yang dinaikkan dengan ketulusan hati dan cinta yang dalam kepada TUHAN, akan mengundang Hadirat Tuhan. Hal itu terjadi sebab, TUHAN adalah Pribadi yang senang mendengarkan puji-pujian dan penyembahan umat-Nya. Ketika umat-Nya menyembah, maka DIA akan datang, duduk (yashab: ibrani) dan melawat umat-Nya (Mazmur 22:4).


Kesimpulan
Kita menyembah Allah karena kita tahu siapa Dia. Keagungan-Nya yang mengagumkan, kasih, kebijaksanaan, kebaikan dan kuasa-Nya yang dahsyat sangatlah tiada taranya (Yes.6:1-3;  Mazm.95:6, 96:9). Penyembahan merupakan ekspresi iman yang meliputi dua aspek, yaitu melalui sikap hidup yang kudus dan menyenangkan hati Tuhan (Roma 12:1; 1 Korintus 6:20) dan melalui pujian penyembahan dalam ibadah.

Marilah membarui komitmen iman untuk menjadi penyembah-penyembah-Nya yang benar, seperti yang dikehendaki Bapa, yaitu melalui sikap hidup yang kudus dan mempermuliakan Tuhan serta pujian penyembahan dalam ibadah yang didasari ketulusan hati, cinta yang dalam dan keakraban dari kita kepada DIA. Bukankah firman Tuhan dengan tegas mengatakan bahwa Bapa menghendaki penyembahan yang dinaikkan dalam roh dan kebenaran (Yohanes 4:23-24).

Menutup tulisan ini, marilah merenungkan firman Tuhan berikut: “Dan keempat makhluk itu masing-masing bersayap enam, sekelilingnya dan di sebelah dalamnya penuh dengan mata, dan dengan tidak berhenti-hentinya mereka berseru siang dan malam:
"Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah,
Yang Mahakuasa,
yang sudah ada dan yang ada
dan yang akan datang." (Wahyu 4:8).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar