PUJIAN DAN PENYEMBAHAN
MEMAHAMI PUJIAN DAN PENYEMBAHAN
SEBAGAI EKSPRESI IMAN
Pendahuluan
Kekristenan identik dengan pujian penyembahan.
Hampir semua aktivitas dalam kekristenan diwarnai dengan pujian penyembahan dan
musik. Liturgi ibadah Minggu dalam gereja Kristen hampir separuh waktu biasanya
diisi dengan nyanyian pujian dan penyembahan pengagungan kepada Tuhan.
Bahkan dalam peristiwa kedukaan sekalipun,
misalnya dalam upacara kebaktian penghiburan dan pelepasan jenazah, pujian dan
penyembahan selalu dinaikkan kepada Tuhan. Hal itu membuat orang Kristen kadang
dijuluki “penyanyi”, karena sukacita menyanyi, dalam dukacitapun tetap menyanyi
memuji dan menyembah Tuhan.
Apakah penyembahan
Dalam Perjanjian Lama kata yang sering
digunakan adalah shâchâh. Kata ini artinya menurut kamus Brown-Driver-Briggs
adalah to bow down atau sujud
menyembah. Salah satu contoh pemakaian kata ini ada dalam Kejadian 24:48, “Kemudian
berlututlah aku dan sujud menyembah
TUHAN, serta memuji TUHAN, Allah tuanku Abraham, yang telah menuntun aku di
jalan yang benar untuk mengambil anak perempuan saudara tuanku ini bagi
anaknya.”
Sementara Perjanjian Baru, yang tertulis dalam
bahasa Yunani, sering menggunakan kata “Proskuneo”
untuk “penyembahan” yang ada dalam Alktitab bahasa Indonesia. Dengan kata lain,
penyembahan adalah “Proskuneo”. Kata itu dalam tata bahasa Yunani adalah bentuk
kata kerja. Apakah arti dari
proskuneo tersebut?
Menurut kamus Thayer’s Greek Definitions,
proskuneo adalah: 1) to kiss, like a dog
licking his master’s hand, to kiss the hand to (towards) one, in token of
reverence. 2) to fall upon the knees
and touch the ground with the forehead as an expression of profound reverence.
3) in the New Testament by kneeling or
prostration to do homage (to one) or make obeisance, whether in order to
express respect or to make supplication. Dari beberapa arti tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa proskuneo atau penyembahan adalah sikap penghargaan,
cinta yang dalam yang ditunjukkan melalui cara berlutut dan atau mencium dengan
penuh hormat dan cinta.
Saya akan membahas makna pertama, yaitu to kiss, like a dog licking his master’s
hand. Mengapa seekor anjing senang dan selalu menjilat tangan tuannya?
Karena anjing tersebut mencintai tuannya. Ia juga percaya kepada tuannya. Ia
mempercayakan hidupnya kepada tuannya yang selalu menjaga dan merawatnya.
Ekspresi cinta anjing kepada tuannya adalah dengan menjilat tangan sang
pemilik. Hal itu menandakan suatu keakraban yang dalam antara sang anjing dan
tuannya.
Ketika penyembahan ditujukan kepada Tuhan, maka
hal itu berarti sikap manusia yang mengekspresikan iman dan cintanya kepada Tuhan
Yesus Kristus dengan cara berlutut menyembah atau beribadah dengan cinta yang
dalam, hangat, keintiman dengan Tuhan, yang bisa dilakukan melalui sikap hidup maupun pujian penyembahan dalam ibadah (kebaktian).
John Mc Arthur dalam bukunya “Prioritas Utama dalam Penyembahan” mengatakan
bahwa sifat dasar penyembahan adalah memberikan penyembahan kepada Allah dari
bagian diri kita yang paling dalam, dalam pujian, doa, nyanyian, memberi
bantuan, dan hidup, selalu berdasarkan kebenaran-Nya yang dinyatakan. Oleh
karena itu, penyembahan sesungguhnya tidak sekedar “menyanyi bagi Tuhan”. Penyembahan
meliputi spektrum yang lebih luas dari sekedar menyanyi dan memainkan musik.
Apakah Allah ingin disembah
Peninggalan arkeologi peradaban manusia di
segala tempat, mengindikasikan bahwa peradaban manusia selalu “menyembah” suatu
“persona” yang lebih tinggi. Entah itu berupa ilah alam, dewa-dewa maupun Allah
yang Hidup itu sendiri. Dalam iman Kristen, kita tahu bahwa Pencipta alam
semesta ini adalah Allah Bapa, Putra, Roh Kudus, yaitu Allah Tritunggal.
Adakah perintah khusus dari Firman-Nya bahwa
Allah patut dan ingin disembah atau dimuliakan oleh umat manusia? Jawabannya
ada. Paling tidak ada tiga ayat yang memuat perintah untuk menyembah Allah. Demikian
bunyinya: Pertama, Wahyu 14:7 “dan ia berseru dengan suara nyaring:
"Takutlah akan Allah dan muliakanlah Dia, karena telah tiba saat
penghakiman-Nya, dan sembahlah (proskuneo)
Dia yang telah menjadikan langit dan bumi dan laut dan semua mata air."
Kedua, Wahyu
19:10 “Maka tersungkurlah aku di
depan kakinya untuk menyembah dia, tetapi ia berkata kepadaku: "Janganlah
berbuat demikian! Aku adalah hamba, sama dengan engkau dan saudara-saudaramu,
yang memiliki kesaksian Yesus. Sembahlah (proskuneo)
Allah! Karena kesaksian Yesus adalah roh nubuat."
Ketiga, Wahyu
22:9 “Tetapi ia berkata kepadaku:
"Jangan berbuat demikian! Aku adalah hamba, sama seperti engkau dan
saudara-saudaramu, para nabi dan semua mereka yang menuruti segala perkataan kitab
ini. Sembahlah (proskuneo) Allah!"
Ketiga ayat tersebut dengan jelas memberitahu
bahwa Allah patut dan ingin disembah oleh manusia. Perintah untuk menyembah
Allah dalam konteks ayat-ayat tadi disampaikan oleh malaikat. Memang, apabila
kita menganalisa Alkitab dengan cermat, para malaikat Allah adalah
makhluk-makhluk sorgawi yang berada di Sorga untuk melayani dan menyembah
Allah. Bahkan ada makhluk surgawi yang secara khusus berada di sekeliling tahta
Allah untuk menyembah-Nya terus menerus. Mereka disebut sebagai para Serafim
(Yesaya 6:2; Wahyu 4:8-9).
Allah adalah pribadi yang maha kuasa. Dia
sanggup dan mampu melakukan apa saja. Namun, ada satu hal yang tidak bisa
dilakukan-Nya. Apakah hal itu? Satu-satunya yang tidak bisa dilakukan Allah
adalah memuji diri-Nya sendiri. Itulah alasan mengapa Allah menciptakan para
malaikat, alam semesta dan manusia sebagai ciptaan yang segambar dengan
diri-Nya, yaitu untuk memuji dan menyembah-Nya. Firman Tuhan dipenuhi dengan
anjuran, nasihat maupun perintah kepada manusia untuk menyembah Allah.
Dalam konteks sejarah manusia, Kitab Kejadian
menceritakan bahwa Kain dan Habel “menyembah” Tuhan melalui korban persembahan
yang mereka berikan (Kejadian 4:3-4). Darimanakah mereka mengetahui bahwa Allah
patut dan ingin disembah oleh ciptaan-Nya? Tentu saja, mereka mewariskan ajaran
dari Adam dan Hawa orang tua mereka.
Karenanya dapat disimpulkan bahwa praktek
penyembahan kepada Allah telah dilakukan manusia sejak masa Adam dan Hawa. Beberapa
ribu tahun kemudian, dalam zaman nabi Yesaya, kelihatanlah bahwa maksud Allah
menciptakan manusia diantaranya adalah untuk kemuliaan-Nya (Yesaya 43:7). Oleh
karenanya, layaklah apabila manusia sebagai ciptaan-Nya yang terutama datang untuk
menyembah dan memuliakan Allah.
Kitab Mazmur 22:4 menulis, “…Engkaulah Yang
Kudus yang bersemayam (yashab: Ibrani) di atas puji-pujian
orang Israel.” Strong’s Hebrew and Greek Dictionaries mendefinisikan yashab: to
sit down, dwell, remain (duduk, tinggal). Personifikasi dari tindakan
Allah, yaitu DIa digambarkan duduk, hadir dan menikmati puji-pujian yang
dipanjatkan umat-Nya.
Hadirat Allah yang hadir secara spektakuler
pernah terjadi saat imam-imam menyelenggarakan ibadah pada peresmian Bait
Allah. Alkitab mencatat, “Ketika imam-imam keluar dari tempat kudus, datanglah awan
memenuhi rumah TUHAN, sehingga imam-imam tidak tahan berdiri untuk menyelenggarakan kebaktian oleh karena
awan itu, sebab kemuliaan TUHAN
memenuhi rumah TUHAN. (I Raja-Raja 8:10-11). Hadirat Allah yang dahsyat hadir
tatkala Bait Allah, pusat ibadah dan penyembahan orang Israel kepada TUHAN
(YHWH) diresmikan raja Salomo.
Dua Ekspresi dalam Penyembahan
Pertama: melalui sikap hidup
Penyembahan meliputi dua aspek atau ekspresi.
Ekspresi yang pertama dan terutama adalah melalui sikap hidup yang
mempermuliakan Tuhan. Firman Tuhan dalam Roma 12:1 mengingatkan, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan
Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai
persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah
ibadahmu (latreia: Yunani) yang
sejati.”
Kamus Strong’s
Hebrew and Greek Dictionaries mendefinisikan latreia sebagai “worship.” Dengan kata lain, ibadah
atau penyembahan yang diinginkan Allah adalah melalui kehidupan yang kudus dan
berkenan kepada Allah.
John Mc Arthur menulis, “Pengertian kita
tentang penyembahan diperkaya ketika kita memahami bahwa penyembahan sejati
menyentuh setiap bidang kehidupan. Kita harus menghargai dan memuja Allah dalam
segala hal. Memuji Allah, berbuat baik, dan memberi bantuan kepada orang
lain-semua adalah tindak penyembahan yang benar dan alkitabiah.”
Rick Warren mengatakan dalam bukunya “Kehidupan yang digerakkan oleh tujuan”
bahwa mempersembahkan diri kita kepada Allah itulah yang dimaksud dengan
penyembahan. Mengapa melalui sikap hidup? Karena firman Tuhan mengingatkan
dalam 1 Korintus 6:20 “Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar:
Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!”
Kedua: melalui Ibadah
Ekspresi yang kedua adalah melalui ibadah (pujian
penyembahan dan syukur). Dalam konteks kedua ini, penyembahan berfokus pada “pemujaan”
yang penuh ekpresi panca indra kepada Allah secara langsung dalam suatu ibadah
atau kebaktian.
R.C.Sproul dalam bukunya yang berjudul “Menanggapi Allah dalam Ibadah” menjelaskan,
“Ketika kita beribadah, kita membawa seluruh diri kita ke dalam tindakan
berbakti kepada Allah dan berkomunikasi dengan Allah. Ada banyak cara untuk
melakukan hal ini. Manusia bukan mahluk yang sederhana, melainkan bersifat
kompleks. Jika kita dengan teliti menyelidiki apa yang tertulis di dalam Kitab
Suci – bahwa kita harus menyembah Allah dengan seluruh jiwa, dengan seluruh
tubuh dan dengan seluruh panca indera kita – kita akan mempunyai suatu
pandangan baru tentang beribadah.
Ia menambahkan bahwa penglihatan, pendengaran,
perasaan, sentuhan, penciuman – semuanya tercakup dalam pengalaman manusia. Manusia
dipengaruhi oleh panca indera dan juga dipengaruhi oleh pikiran. Pikiran kita,
tubuh kita, jiwa kita, hati kita-seluruh diri kita harus terlibat di dalam
ibadah. Saya yakin bahwa jika kita membuang salah satu segi kemanusiaan kita,
berarti kita membuat ibadah kita menjadi miskin. Hal itu bermakna bahwa
penyembahan sebagai ibadah harus dilakukan dengan segenap hati, jiwa dan
kesungguhan. Dan dilakukan dengan berbagai cara yang melibatkan seluruh tubuh.
Beberapa teladan atau contoh penyembahan dalam
ibadah seperti yang tertera di Alkitab adalah sebagai berikut: melalui suara nyanyian dari mulut/mazmur pujian
dan penyembahan (Mazmur 34:2; 40:4;
51:17; 63:6; 71:8), mengangkat tangan
(Mazmur 28:2; 63:5), bertepuk tangan
(Mazmur 47:2), tari-tarian (Mazmur
150:4), bertempik sorak (Mazmur
47:2), berdiri (2 Tawarikh 5:12, 23),
berlutut dan tersungkur (Mazmur
95:6; Wahyu 4:9-11), menggunakan alat
musik seperti kecapi, gambus, ceracap (masa Perjanjian Lama) dan piano,
gitar, keyboard dsb pada masa sekarang.
Ron Jenson dan Jim Stevens dalam buku “Dinamika Pertumbuhan Gereja” menjelaskan,
“Menyembah adalah mengadakan kontak dengan Allah – memuji, menyanyi kepada Allah, mengaku di
hadapan Allah dan memberi tanggapan kepada Allah sebagaimana Ia telah
ditinggikan dan dinyatakan dalam Firman-Nya. Tujuannya adalah untuk memberi
sesuatu, bukan untuk menerima sesuatu. Berkat pasti akan datang, karena
menerima adalah hasil dari memberi.”
Akibat dari Penyembahan
Penyembahan yang dilakukan dengan tulus akan
mendatangkan hadirat Allah dalam kehidupan seseorang. Ia akan “mengalami TUHAN”
dalam kehidupannya. Perjumpaan dengan Allah itu akan mengubahkan kehidupannya,
sehingga orang tersebut akan semakin mengasihi Tuhan dan sesama (Matius
22:37-39) serta mengalami pembaruan karakter.
Kehidupannya akan semakin disucikan oleh Allah
dan menampakkan karakter Kristus (Galatia 5:22-24; 1 Yohanes 2:6). Hatinya akan
dilimpahi dengan kasih, pengampunan, dan rasa syukur yang dalam kepada Allah.
Pujian penyembahan yang dinaikkan dengan
ketulusan hati dan cinta yang dalam kepada TUHAN, akan mengundang Hadirat
Tuhan. Hal itu terjadi sebab, TUHAN adalah Pribadi yang senang mendengarkan
puji-pujian dan penyembahan umat-Nya. Ketika umat-Nya menyembah, maka DIA akan
datang, duduk (yashab: ibrani) dan melawat umat-Nya (Mazmur 22:4).
Kesimpulan
Kita menyembah Allah karena kita tahu siapa
Dia. Keagungan-Nya yang mengagumkan, kasih, kebijaksanaan, kebaikan dan kuasa-Nya
yang dahsyat sangatlah tiada taranya (Yes.6:1-3; Mazm.95:6, 96:9). Penyembahan merupakan
ekspresi iman yang meliputi dua aspek, yaitu melalui sikap hidup yang kudus dan
menyenangkan hati Tuhan (Roma 12:1; 1 Korintus 6:20) dan melalui pujian
penyembahan dalam ibadah.
Marilah membarui komitmen iman untuk menjadi
penyembah-penyembah-Nya yang benar, seperti yang dikehendaki Bapa, yaitu
melalui sikap hidup yang kudus dan mempermuliakan Tuhan serta pujian penyembahan
dalam ibadah yang didasari ketulusan hati, cinta yang dalam dan keakraban dari
kita kepada DIA. Bukankah firman Tuhan dengan tegas mengatakan bahwa Bapa
menghendaki penyembahan yang dinaikkan dalam roh dan kebenaran (Yohanes
4:23-24).
Menutup tulisan ini, marilah merenungkan firman
Tuhan berikut: “Dan keempat makhluk itu
masing-masing bersayap enam, sekelilingnya dan di sebelah dalamnya penuh dengan
mata, dan dengan tidak berhenti-hentinya mereka berseru siang dan malam:
"Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah,
Yang Mahakuasa,
yang sudah ada dan yang ada
dan yang akan datang." (Wahyu 4:8).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar