Kamis, 19 Maret 2015

PERPULUHAN



PERPULUHAN
PERATURAN WAJIB  atau KERELAAN KASIH?



Pendahuluan
foto capitalcitycoc.org
Perpuluhan atau persembahan persepuluhan telah menjadi topik pembicaran yang tiada habisnya di kalangan Kristiani. Ada gereja yang mengajarkan dan memotivasi jemaat untuk memberi persembahan persepuluhan/perpuluhan, namun ada juga yang tidak. Biasanya perdebatannya seputar “keabsahan” perintah Allah untuk memberi perpuluhan dalam konteks gereja masa kini.
Kalangan yang menolak perpuluhan mengajukan argumen bahwa perpuluhan adalah konsep Perjanjian Lama yang tidak berlaku untuk gereja di zaman Perjanjian Baru. Oleh karenanya mereka berpandangan bahwa gereja tidak boleh mewajibkan jemaat untuk memberi persembahan persepuluhan.
Sebaliknya pada gereja yang mengadakan persembahan perpuluhan, mereka meyakini bahwa perintah memberikan perpuluhan adalah perintah Allah yang harus dilakukan oleh umat-Nya. sebab dibalik perintah itu, yaitu memberikan perpuluhan, ada janji berkat-Nya kepada setiap orang yang memberikan persembahan persepuluhan.


Analisa Perjanjian Lama
Perpuluhan ditemukan dalam Perjanjian Lama. Pertama kali perpuluhan ditemukan pada kisah Abraham dan imam Melkisedek. Abraham memberikan sepersepuluh dari hasil pampasan perangnya kepada Imam Melkisedek yang kemudian memberkati Abraham (Kejadian 14:17-20; Ibrani 7:6).
Abraham adalah nenek moyang bangsa Israel. Ia menanggapi panggilan YHWH untuk pergi meninggalkan tanah leluhurnya. Menurut Cambridge commentary, memberikan persembahan sepersepuluh kepada Tuhan melalui para Imam atau rumah Tuhan merupakan kebiasaan yang umum berlaku di zaman dahulu. Jejaknya dapat ditemukan di area arkeologi di Assyria dan Babilonia. Kebiasaan itu juga ada di masyarakat Yunani kuno.
Pemberian persepuluhan kepada Melkisedek imam Allah itu kemudian menjadi model pemberian persepuluhan bangsa Israel, yaitu diberikan kepada para imam Allah dari suku Lewi.
Perpuluhan adalah peraturan Hukum Taurat di mana setiap orang Israel wajib memberi persembahan 10% dari segala yang mereka peroleh untuk Tabernakel/Bait Allah. Pada awalnya persembahan itu adalah sepuluh persen dari hasil panen dan ternak, sebab itulah disebut persepuluhan. Namun dalam perkembangannya, dapat digantikan dengan uang.  (Imamat 27:30; Bilangan 18:26; Ulangan 14:24-25; 2 Tawarikh 31:5; Maleakhi 3:10).
foto st-takla.org
Oleh karena merupakan bagian dari Hukum Taurat, maka memberi persembahan perpuluhan kepada Tuhan (Bait Allah) merupakan kewajiban/keharusan bagi orang Israel yang hidupnya memang diatur oleh hukum Taurat. Apalagi ada ancaman kutukan apabila orang Israel tidak mentaati perjanjian mereka dengan Tuhan (Ulangan 28:15-68).
Perpuluhan juga disebut sebagai milik Tuhan (Imamat 27:30). Untuk apakah perpuluhan tersebut? Ketika diteliti dengan baik, dapat diketahui bahwa persembahan perpuluhan orang Israel tersebut bertujuan untuk “pemeliharaan” rumah Tuhan (Bait Allah) dan untuk mencukupi kehidupan suku Lewi yang melayani di Bait Allah - Suku ini dikhususkan untuk melayani Tuhan dan tidak diperbolehkan bekerja - (BIlangan 18:21; Maleakhi 3:10).  
Apakah implikasi dari pemberian perpuluhan bagi orang Israel? Tuhan menyatakan dengan jelas bahwa Dia akan “…membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.  Aku akan menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu, firman TUHAN semesta alam. Maka segala bangsa akan menyebut kamu berbahagia, sebab kamu ini akan menjadi negeri kesukaan, firman TUHAN semesta alam.” (Maleakhi 3:10-12).


Analisa Perjanjian Baru
Bagaimanakah dengan pengajaran Perjanjian Baru? Perjanjian Baru tidak mengatur secara khusus bahwa orang percaya (pengikut Kristus) harus melaksanakan persembahan perpuluhan. Mengapa? Karena Perjanjian Baru tidak lagi bersifat legal formal (yaitu berdasarkan hukum Taurat). Yesus Kristus telah menggenapi tuntutan Taurat (Matius 5:17). Artinya taurat tidak lagi merupakan suatu tuntutan atau kewajiban bagi para pengikut Kristus atau gereja Perjanjian Baru.
Hukum tauratpun telah berakhir masa wajibnya bagi para pengikut Kristus, sebab Alkitab dengan tegas menulis pernyataan Yesus mengenai masa berlaku hukum taurat, demikian: ‘’Hukum Taurat dan kitab para nabi berlaku sampai kepada zaman Yohanes; dan sejak waktu itu Kerajaan Allah diberitakan dan setiap orang menggagahinya berebut memasukinya.” (Lukas 16:16).
Orang percaya sebaliknya diajar untuk memberi dengan motif kasih. Rasul Paulus menyatakan bahwa orang-orang percaya sepatutnya menyisihkan sebagian dari penghasilan mereka untuk mendukung gereja di Yerusalem (1 Korintus 16:1-2).
Seberapa banyakkah? Perjanjian Baru tidak menentukan persentase penghasilan yang harus disisihkan, tetapi hanya mengatakan, “sesuai dengan apa yang kamu peroleh” (1 Korintus 16:2). Banyak gereja yang kemudian mengambil angka 10% dari peraturan perpuluhan hukum Taurat di Perjanjian Lama dan menerapkannya sebagai  “rekomendasi” untuk orang Kristen dalam memberi persembahan.
Bagaimanakah gereja masa Perjanjian Baru memberi persembahan? Kitab Kisah Para Rasul mencatat demikian,”Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing” (KPR 2:44-45).    
foto gracetruthradio.wordpress.com
Oleh karena berdasarkan kasih dan kerelaan, maka memberi persembahan tidak terlepas dari keseluruhan iman seseorang kepada Tuhan. Tuhan Yesus pernah menegur ahli-ahli Taurat dan orang Farisi karena mereka “memberi” perpuluhan namun kehidupannya jauh dari keadilan, belas kasih dan kesetiaan (Matius 23:23).
Tuhan menghendaki agar keseluruhan hidup kita menyenangkan hati-Nya. Hal itu berbicara mengenai mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi (Matius 22:37). Orang yang mengasihi Tuhan pasti akan mencintai-Nya dalam segenap aspek hidup. Bukan saja dalam memberi persembahan, tetapi juga mempersembahkan hidup yang kudus dan berkenan kepada-Nya (Roma 12:1).
Apakah janji Allah berkaitan dengan persembahan dalam Perjanjian Baru? Firman Tuhan  menjelaskan, “Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan.” (2 Korintus 9:6-8).


Kesimpulan
foto pixshark.com
Makna persembahan perpuluhan mengalami perubahan sesuai dengan pengajaran Alkitab. Perjanjian Lama mewajibkan orang Israel untuk memberi sepersepuluh dari penghasilan mereka kepada rumah Tuhan, Bait Allah sebagai bagian dari peraturan hukum Taurat.
Memasuki masa Perjanjian Baru, Yesus telah mengenapi hukum Taurat. Hukum Taurat tidak lagi menjadi peraturan wajib bagi orang percaya (gereja Perjanjian Baru), karena telah digantikan oleh hukum kasih (Lukas 16:16; Matius 22:37-39).  Dengan demikian segala aturan yang bersifat wajib itu tidak dapat diterapkan kepada gereja Perjanjian Baru. Sebab gereja Perjanjian Baru atau orang-orang yang percaya kepada Yesus tidak lagi berada dibawah hukum taurat, melainkan dibawah kasih karunia Kristus (Roma 6:14).
Namun gereja Perjanjian Baru tetap diminta untuk memberikan korban persembahan kepada Tuhan. Motifnya bukan lagi kewajiban dengan ancaman kutukan apabila tidak melaksanakan, namun dengan motif mengasihi Tuhan dan kerelaan.
Pemberian jemaat Perjanjian Baru digunakan untuk menopang pelayanan gereja di Yerusalem dan juga kesejahteraan kaum miskin, anak yatim dan para janda (KPR 6:1-6).


Refleksi iman
Dengan adanya hukum kasih yang diajarkan Yesus, maka segala tindakan orang percaya dilandasi oleh kasih dan kerelaan kepada Tuhan. Dan sebagai orang percaya, yakinlah bahwa Tuhan mencukupkan semua kebutuhan hidup serta menjamin masa depan kita. Oleh karenanya, tidak perlu kuatir atau menjadi pelit dalam hidup ini.
Dengan memberi persembahan kepada Tuhan, sesungguhnya kita sedang menegaskan kepada diri sendiri bahwa Tuhan adalah sumber berkat yang sejati. Tidak ada rasa takut akan berkekurangan karena memberi persembahan ke rumah Tuhan (gereja). Sebab Dia menjamin masa depan kita dan menyediakan segala yang kita butuhkan (Yeremia 29:11; 1 Kor 2:9).
Persembahan adalah juga tanda iman kepada pemeliharaan Allah, sang Jehova Jireh.  tidak akan membuat kita jatuh miskin.  
Oleh karena itu, kita memberi persembahan tidak hanya di masa kelimpahan tetapi juga di masa kekurangan (Filipi 4:17-19, 2 Korintus 9:8). Dengan memberikan persembahan, termasuk persepuluhan, bahkan di saat kekurangan, kita sebenarnya mau melatih diri tetap beriman kepada Tuhan. Yaitu dengan memberikan sepersepuluh dari penghasilan atau dua puluh persen dan sebagainya tergantung kerelaan hati.
Seandainya karena satu alasan atau lain hal “gagal” memberikan persembahan kepada Tuhan, tidak perlu merasa berdosa, merasa tidak layak serta merasa akan masuk neraka. Justru harus bangkit untuk berkomitmen mengasihi Tuhan dengan segenap hidup dan mulai kembali membawa persembahan ke rumah Tuhan bagi kemuliaan nama-Nya.
Ada begitu banyak kesaksian anak-anak Tuhan yang mengalami “perubahan” dalam kehidupannya, diberkati, mengalami pertolongan dan promosi dari Tuhan dalam karir dan bisnisnya setelah mereka mulai setia memberikan persembahan ke rumah Tuhan. Alangkah indah bila orang percaya memberi bukan karena peraturan  dan rasa takut akan kutukan, tetapi karena kasih-Nya kepada Tuhan.
Ingatlah kalau orang Israel yang hidup dibawah peraturan Taurat saja dapat memberikan 10% dari miliknya kepada Tuhan, apalagi orang percaya yang mengaku mengasihi Tuhan Yesus Kristus. Pasti akan mampu dan dengan sukacita memberi yang lebih lagi kepada Tuhan.
Saya percaya, 10% seharusnya adalah jumlah minimal dari penghasilan yang kita persembahkan kepada Tuhan. Bukankah Dia senantiasa memberkati karir, bisnis, studi, kesehatan, pelayanan dan rumah tangga kita semua. Jangan lupakan perkataan Tuhan Yesus bahwa terlebih bahagia memberi daripada menerima (KPR 20:35).
Setiap pemberian persembahan untuk kemuliaan nama-Nya, baik itu persembahan syukur, persembahan perpuluhan dsb tidak akan pernah sia-sia. Sebab setiap taburan akan menghasilkan tuaian. Tuhan Yesus mengatakan,  "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38). Berilah yang terbaik kepada Tuhan.   
foto aobcogic.net

1 komentar:

  1. Rasul Paulus mengatakan “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita” (2 Kor 9:7)
    Rasul Paulus tidak mengatakan sepuluh persen, namun menekankan kerelaan hati dan sukacita.
    Yesus mengatakan “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan” (Mat 23:23)
    Yesus menekankan akan hakikat dari pemberian iaitu keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan. Yesus tidak menekankan akan persepuluhan, namun apa yang menjadi dasar perpuluhan.
    Dari dua dasar di atas, maka Gereja tidak perlu mendefinisikan seberapa besar sumbangan yang harus diberikan, namun lebih kepada pemberian sesuai dengan kemampuan dan juga dengan kerelaan hati dan sukacita. Namun itu tidak berarti bahwa bagi yang mampu untuk memberikan lebih dari sepuluh persen kemudian hanya memberikan bagian yang sedikit. Bagi yang mampu, seharusnya bukan hanya sepuluh persen, namun malah lebih pada itu, jika diperlukan. Bagi kaum miskin yang memang tidak mampu untuk memberikan sepuluh persen, mereka dapat memberikan sesuai dengan kemampuan mereka. Persembahan juga tidak hanya berupa uang, namun juga bakat dan waktu. Yang terpenting, semua persembahan harus dilakukan berdasarkan kasih kita kepada Tuhan sehingga kita dapat mengasihi sesama dengan lebih baik.

    BalasHapus